HSE
HSE mempunyai peran penting dalam hal menyangkut
keselamatan ini, karna merekalah yg mengetahui tentang aturan dan standarisasi
suatu system keselamatan dengan baik. Tetapi juga tidak fair, kalau kita
terlalu melimpahkan beban tersebut hanya kepada mereka..karena didalam
mengambil keputusan untuk menentukan suatu kontraktor atau pengadaan barang,
mereka biasanya tidak terlalu dilibatkan oleh pihak buyer atau kontrak
administrasion. Semisal,, dalam menentukan suatu kontrak pengadaan barang yg
dianggap cukup potential didalam applikasi project memang ada standard safety
yg diberikan ke vendor, tetapi sering pihak buyer lebih terfokus dengan harga
sejauh technical memadai. Saya pernah melaksanakan kerjaan dari Salah satu EPC
(Mc.Dermott..Maaf bukan promosi) untuk supply equipment dalam bentuk Skid
Packaged and Systems ( maaf ...produknya tdk saya sebutkan), maka salah satu
pertanyaan yg ditanyakan kepada kami sewaktu final klarifikasi ... adal! ah,
" Perusahaan anda sebagai pemegang ISO..apakah sub-vendor anda sebagai
Fabricator juga pemegang ISO atau punya certificate....yg relevan untuk
pekerjaan ini..dan nyatakan", dan kami nyatakan dalam minute of meeting
tsb.
HSE (Health, Safety, Environment,) atau di beberapa
perusahaan juga disebut EHS, HES, SHE, K3LL (Keselamatan & Kesehatan Kerja
dan Lindung Lingkungan) dan SSHE (Security, Safety, Health, Environment). Semua
itu adalah suatu Departemen atau bagian dari Struktur Organisasi Perusahaan
yang mempunyai fungsi pokok terhadap implementasi Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3) mulai dari Perencanaan, Pengorganisasian, Penerapan
dan Pengawasan serta Pelaporannya. Sementara, di Perusahaan yang
mengeksploitasi Sumber Daya Alam ditambah dengan peran terhadap Lingkungan
(Lindungan Lingkungan). Membicarakan HSE bukan sekedar mengetengahkan Issue
seputar Hak dan Kewajiban, tetapi juga berdasarkan Output, yaitu korelasinya
terhadap Produktivitas Karyawan. Belum lagi antisipasi kecelakaan kerja apabila
terjadi Kasus karena kesalahan prosedur ataupun kesalahan pekerja itu sendiri
(naas).
HSE merupakan kepanjangan dari Health, Safety,
Environment merupakan salah satu bagian dari manajemen perusahaan.
Manajemen perusahaan yang umumnya terdiri dari Manajemen Operasional, Manajemen
Keuangan, Manajemen SDM dan lain-lain, serta salah satunya adalah Manajemen
HSE. Dalam Bahasa Indonesia umumnya HSE di istilahkan dengan K3L (Kesehatan,
Keselamatan Kerja, dan Lingkungan Hidup) atau K3LL (Kesehatan, Keselamatan
Kerja dan Lindungan Lingkungan). Dalam suatu perusahaan umumnya Manajemen HSE
dipimpin oleh seorang Manajer HSE yang bertugas untuk merencanakan,
melaksanakan dan mengendalikan seluruh program HSE didalam operasional
organisasi perusahaannya. Program HSE disesuaikan dengan tingkat resiko dari
masing-masing pekerjaan. Misalnya HSE pada bidang konstruksi akan berbeda
dengan HSE pada bidang pertambangan maupun dalam bidang manufaktur.
Beberapa perusahaan mengintegrasikan sistem
manajemen HSE ini dengan Sistem Manajemen Sekuriti (Security) dan atau Mutu
(Quality). Bahkan ada yang mengintegrasikan dengan semua aspek, seperti
Operation, HR, Finance, Marketing dan lain-lain, sehingga terkadang nama sebuah
sistem tidak lah terlalu penting, karena yang essensial adalah refleksi dari
sistem itu sendiri dalam implementasinya.
Sebagai sebuah sistem manajemen modern, maka
dokumentasi untuk panduan dan pengimplementasian harus disusun dan disahkan
untuk digunakan. Jenis dan tipe dokumen-dokumen tersebut tergantung dari ukuran
organisasi, jenis usaha, kompleksitas proses yang terlibat dalam organisasi
tersebut, tetapi paling tidak secara umum dokumen-dokumen tersebut adalah :
- Kebijakan HSE dan atau Sekuriti dan atau Mutu
- Proses-proses yang diperlukan untuk operasional perusahaan dan pengendaliannya
- Prosedur-prosedur yang dibutuhkan untuk mendukung point nomor 2
- Panduan/guideline
- Form-form isian yang berguna untuk kerangka pencatatan sebuah aktifitas yang dijalankan atau bukti pencapaian sebuah proses tertentu
Untuk hal di atas, sudah ada standar-standar
international/nasional HSE yang mengaturnya, seperti :
ISO 14001 untuk Sistem Manajemen Environment
OHSAS 18001 untuk Occupational Health and Safety.
OSHA untuk Occupational Health and Safety
K3 untuk Occupational Health and Safety (standar
Depnaker – Indonesia)
ISM – untuk Occupational Heath and Safety
Semua standar di atas mempunyai program sertifikasi,
yaitu pengakuan dari badan/pihak ke-3 yang independen. Jadi perusahaan boleh
secara sukarela mendemonstrasikan kesesuaiannya dengan standar tertentu dengan
cara diaudit oleh lembaga sertifikasi. Apabila telah memenuhi syarat maka akan
diberi sertifikat dan akan kembali diaudit setiap 6 bulan atau 1 tahun sekali.
Sebagai sebuah sistem, HSE bisa bermacam-macam,
mulai dari Pengenalan, Prinsip Fundamental, Perancangan Prosedur dan
Penerapannya, sampai kepada topik-topik khusus.
Dalam dunia industri, HSE sudah merupakan suatu
standar wajib, hingga dalam penerapannya perusahaan dapat mengadopsi dari
standar yang telah ada.
Di dalam penerapan HSE khususnya dalam bidang
industri diperlukan sebuah frame work design untuk dapat menjalankan
fungsi HSE tersebut. Berdasarkan standar ketetapan yang ada didalam bisnis
proses perusahaan, maka dibuatlah kebijakan berupa role dan prosedur yang
mutlak dan wajib diikuti oleh pekerja dalam menjalankan setiap aktifitas
pekerjaannya, target yang diharapkan dengan aturan maupun prosedur kerja baku
tersebut adalah safety excellence dan zero accident. Komitmen
melindungi setiap orang, aset perusahaan, lingkungan dan komunitas sekitar dari
potensi bahaya yang berhubungan dengan aktifitas kegiatan industri secara
berkesinambungan.
Pada era pasar yang kompetitif saat ini, bisnis
harus memiliki alat yang lebih baik dalam mengelola operasionalnya dan kinerja
resiko yang dimilikinya. Manajemen kini lebih aktif terlibat terutama dalam
aktifitas pengelolaan Health, Safety, Environment (HSE) perusahaan. Hal ini
dikarenakan manajemen dihadapkan dengan regulasi yang ketat terhadap HSE dimana
perusahaan harus memenuhi standard HSE.
Untuk menjalankan fungsi HSE yang baik seiring
dengan perkembangan kebutuhan kontrol manajemen yang semakin kompleks maka
adalah penting untuk melibatkan sebuah sistem informasi yang dapat
merecord/mendokumentasi dan mengatur flow dari aktifitas prosedur-prosedur yang
dijalankan tersebut, manfaatnya yaitu untuk memonitoring aktifitas prosedur
kerja yang dijalankan pelaksana dilapangan secara real time, pimpinan dapat
mengambil keputusan seketika atas masalah yang terjadi di area kerja, memiliki fungsi
juga sebagai sistem pengawasan dan pelaporan sebagai acuan evaluasi penilaian
terhadap prosedur operasional yang dijalankan.
Guna membantu pengelolaan manajemen HSE dalam
menghadapi tantangan, kami menawarkan solusi sistem aplikasi yang dapat
membantu penerapan HSE didalam perusahaan. Tidak hanya itu saja, kualitas
(Quality) dari HSE tersebut juga dikelola dalam sistem aplikasi ini. Dengan
adanya sistem aplikasi QHSE ini diharapkan tantangan pengelolaan QHSE akan
menjadi keuntungan kompetitif bagi perusahaan.
Sistem aplikasi HSE ini dirancang menggunakan
teknologi berbasis web, cepat di adaptasi, dan mudah digunakan karena
dibuat sedemikian rupa agar dapat mengakomodir secara komprehensif semua
kebutuhan-kebutuhan didalam implementasi kebijakan manajemen HSE, hingga
kebijakan prosedur tersebut dapat diterapkan dengan baik mengikuti standar
manajemen HSE didalam mengelola organisasi perusahaan bidang industri.
Dasar
Hukum
Ada minimal 53 dasar hukum tentang K3 dan puluhan
dasar hukum tentang Lingkungan yang ada di Indonesia. Tetapi, ada 4 dasar hukum
yang sering menjadi acuan mengenai K3 yaitu:
- Pertama, dalam Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, disana terdapat Ruang Lingkup Pelaksanaan, Syarat Keselamatan Kerja, Pengawasan, Pembinaan, Panitia Pembina K-3, Tentang Kecelakaan, Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja, Kewajiban Memasuki Tempat Kerja, Kewajiban Pengurus dan Ketentuan Penutup (Ancaman Pidana). Inti dari UU ini adalah, Ruang lingkup pelaksanaan K-3ditentukanoleh3unsur:
·
Adanya Tempat
Kerja untuk keperluan suatu usaha,
·
Adanya Tenaga
Kerja yang bekerja di sana
·
Adanya bahaya
kerja di tempat itu.
Dalam Penjelasan UU No.
1 tahun 1970 pasal 1 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918,
tidak hanya bidang Usaha bermotif Ekonomi tetapi Usaha yang bermotif sosial pun
(usaha Rekreasi, Rumah Sakit, dll) yang menggunakan Instalasi Listrik dan atau
Mekanik, juga terdapat bahaya (potensi bahaya tersetrum, korsleting dan
kebakaran dari Listrik dan peralatan Mesin lainnya).
- Kedua, UU No. 21 tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce (yang mana disahkan 19 Juli 1947). Saat ini, telah 137 negara (lebih dari 70%) Anggota ILO meratifikasi (menyetujui dan memberikan sanksi formal) ke dalam Undang-Undang, termasuk Indonesia (sumber: www.ILO.org). Ada 4 alasan Indonesia meratifikasi ILO Convention No. 81 ini, salah satunya adalah point 3 yaitu baik UU No. 3 Tahun 1951 dan UU No. 1 Tahun 1970 keduanya secara eksplisit belum mengatur Kemandirian profesi Pengawas Ketenagakerjaan serta Supervisi tingkat pusat (yang diatur dalam pasal 4 dan pasal 6 Konvensi tersebut) – sumber dari Tambahan Lembaran Negara RI No.4309.
- Ketiga, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Paragraf 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan 87. Pasal 86 ayat 1berbunyi: “Setiap Pekerja/ Buruh mempunyai Hak untuk memperoleh perlindungan atas (a) Keselamatan dan Kesehatan Kerja.”
Aspek Ekonominya adalah Pasal 86 ayat 2: ”Untuk
melindungi keselamatan Pekerja/ Buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang
optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.” Sedangkan
Kewajiban penerapannya ada dalam pasal 87: “Setiap Perusahaan wajib menerapkan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan
Sistem Manajemen Perusahaan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar